Monday, October 31, 2016

Disini Download SHP Batas Desa Gratis

Kebutuhan data spasial untuk berbagai keperluan saat ini dapat dengan mudah diakses di laman http://tanahair.indonesia.go.id atau dikenal dengan InaGeoportal. Sejak tahun 2011 Badan Informasi Geospasial telah mengembangkan platform ini dan telah banyak membantu berbagai pihak dalam peningkatan kualitas data spasial di daerahnya. Akses informasi yang sebelumnya sulit dijangkau dan terkesan mahal saat ini telah berubah menjadi lebih mudah. Pengguna yang sebelumnya harus melakukan pembelian peta hardcopy untuk kemudian dilakukan dijitasi ulang sekarang dapat bernafas lega dan mengalokasikan tenaganya untuk kepentingan lainnya, seperti untuk media pembelajaran.

Peta InaGeoportal menyediakan fasilitas peta dengan berbagai macam skala mulai dari peta RBI skala 1:25.000, 1:50.000, dan telah mengcover hampir sebagian besar wilayah tanah air. Namun, untuk kemudahan saat ini laboratorium SIG UMP memberikan link untuk batas administrasi desa bagi seluruh wilayah di Indonesia dengan total sebanyak 66.291 desa/kelurahan. Data ini tidak bisa dibilang baru, karena pada tahun 2015 total wilayah administrasi desa telah mencapai lebih dari 75.000 desa dan 6.000 kelurahan. Namun demikian, setidaknya data ini dapat digunakan sebagai data indikatif untuk kebutuhan pemetaan tematik termasuk untuk bidang kesehatan. Untuk mendapatkan data batas administrasi desa, silahkan download disini.

Adapun software untuk mengunduh citra satelit resolusi tinggi gratis Google dengan  dapat diunduh disini.

Thursday, October 20, 2016

Tanah di Mata Seorang Geograf

Tanah sebagai salahsatu kajian geografi mempunyai tempat tersendiri karena berkaitan dengan banyak aspek kehidupan. Pemaknaan tanah pun sangat beragam sesuai dengan kepentingan, dan keperluan yang melatarbelakanginya. Dari aspek bahasa, tanah sering disamakan dengan soil sedangkan lahan disejajarkan dengan kata land dalam Bahasa Inggris. Apabila kita merujuk pada kamus Bahasa Inggris (www.dictionary.com) makna soil dan land tidaklah sama. Dalam bentuk kata benda, soil diartikan menjadi 6 makna : (1) bagian dari permukaan bumi tersusun atas disintegrasi batuan dan humus, (2) bagian dari bumi, tanah berpasir, (3) daratan tempat bercocok tanam, tanah subur, (4) satu Negara, lahan atau wilayah, (5) permukaan bumi, dan (6) setiap tempat atau kondisi yang menyediakan kesempatan tumbuh atau perkembangan. Land sebagai kata benda diartikan dalam 12 makna, di antaranya adalah (1) bagian dari permukaan bumi yang tidak tertutup oleh tubuh air; benua dan pulau, (2) satu luasan permukaan bumi yang bereferensi dengan susunan alami, (3) satu luasan permukaan bumi dengan batasan tertentu, membeli land untuk membangun rumah, (4) memiliki dasar hukum, properti, (5) factor produksi dalam ekonomi, (6) bagian permukaan bumi dengan batas alami maupun pilitik, satu region atau negara, (7) dan lain-lain. Dari penjelasan makna soil dan land, dapat diterjemahkan bahwa soil terkait dengan fisik bumi (material), tanaman (bercocok tanam), sedangkan land lebih berkait dengan luasan, legal basis, ekonomi, politik. Dengan demikian, land memiliki makna yang lebih luas dari pada soil.

Tanah memiliki empat pengertian diantaranya sebagai berikut; pertama tanah adalah sebagai tempat tumbuh tanaman atau pedon (memiliki arti sepadan dengan soil). Kedua adalah sebagai bahan hancuran berasal dari bahan induk (regolith). Makna kata tanah ketiga adalah lahan atau land yang diartikan sebagai ruang dipermukaan bumi sebagai tempat beraktifitas. Dan yang terakhir adalah seperti terkandung dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 Tahun 1960) yakni sumberdaya agraria (kadang disebut juga sumberdaya agraris, agrarian resources). Tanah dalam pengertian agraria mencakup tanah (lahan), air dan angkasa sepanjang terkait dengan pengunaan lahan. Tanah sebagai agraria memiliki kesatuan multidimensi yakni fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, politik dan magis-religius.

Tanah mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan. Manfaat paling umum dari tanah adalah sebagai media tumbuh tumbuhan/tanaman. Sebagai media tumbuh, tentu saja tanah memiliki syarat dan ketentuan berlaku yang harus dipenuhi. Beberapa manfaat lain dari tanah adalah sebagai berikut.
  • Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
  • Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
  • Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara) 
Dari peranan penting tanah yang di sebutkan di atas kita harus memahami arti penting tentang tanah. Tanah adalah sebagai tempat tumbuhnya dan peyedia kebutuhan tanaman , dan memiliki peranan dalam penyerapan karbon di udara. Jutaan ton karbon diserap tanah dan diubah menjadi energi bagi tanaman melalui proses kimiawi yang kompleks. Inilah mengapa beberapa ilmuwan menyebut tanah sebagai laboratorium kimia terbesar di dunia. Materi geografi tanah yang disampaikan pada setengah semester perkuliahan dapat diakses pada tautan berikut sedangkan setelah UTS dapat mengakses tautan berikut. Jangan lupa tinggalkan komentar agar kegiatan transfer pembelajaran dapat termonitor.

Monday, October 10, 2016

Memupuk Nasionalisme Melalui Geografi

Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah teritorial terbesar di dunia. Sebanyak 13.466 pulau yang tersebar dari sebelah barat hingga timur dengan ribuan dialek bahasa lokal menunjukkan keragaman budaya yang kaya dan mengharuskan kita untuk melestarikannya. Bentuk kecintaan terhadap bangsa harus diwujudkan dalam bentuk nyata tidak hanya sebatas slogan dan simbol semata. Berbagai konflik di tengah masyarakat yang muncul karena perbedaan sebenarnya dapat disatukan atas dasar rasa nasionalisme dan kebersamaan sebagai masyarakat sebangsa setanah air. Memupuk nasionalisme tentunya harus dilakukan secara konsisten sejak dini termasuk dalam bidang pendidikan.

Pendidikan geografi yang dimasukkan kedalam kurikulum nasional hakikatnya tidak hanya sekedar berfungsi untuk memberikan pemahaman mengenai fenomena geosfer yang terjadi di permukaan bumi, namun juga memberikan pemahaman mengenai kekayaan alam, budaya dan memupuk kecintaan terhadap bangsa dan negara. Peta sebagai media dalam pembelajaran geografi tampaknya perlu ditingkatkan pemanfaatannya oleh pendidik, guru, mahasiswa, ataupun masyarakat belajar. Dalam sebuah pernyataan Prof Suratman menegaskan bahwa saati ini jarang ditemui peta baik di sekolah maupun institusi pemerintahan sehingga sangat perlu membangun semangat nasionalisme melalui optimalisasi fungsi peta.

Merujuk pada kurikulum nasional, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan telah mendesain nilai karakter budaya bangsa termasuk nasionalisme pada setiap mata pelajaran dan pada setiap jenjang pendidikan. Prof. Enok Maryani menyatakan bahwa pengenalan berbagai informasi mengenai tempat tinggal umat manusia baik secara global ataupun nasional dapat diperoleh dalam geografi. Disaat yang bersamaan memupuk rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan akan secara alami terjadi apabila seorang siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai potensi dan permasalahan bangsa.

Disintegrasi atau pemisahan diri suatu kelompok masyarakat atau wilayah, seringkali dilatarbelakangi oleh permasalahan yang tidak tunggal. Berbagai rasa ketidakpuasan, ketidakadilan yang dirasakan, kecemburuan sosial, tidak meratanya pembangunan, miskomunikasi, peperangan dsb menjadi pemicu perpecahan. Disintegrasi bangsa sendiri dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horisontal serta konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang melampaui batas, sikap primordialisme bernuansa SARA, konflik antar elit politik, dan lambatnya pemulihan sektor ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan HAM serta kesiapan pelaksanaan OTDA (Tri Poetranto, 2002).

Permasalahan Klasik Pendidikan Geografi
Dalam banyak penelitian pendidikan disampaikan bahwa saat ini ilmu geografi seringkali dianggap tidak menarik dipelajari. Beberapa faktor yang melatarbelakangi diantaranya (1) pelajaran geografi seringkali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah yaitu menghafal nama-nama tempat, sungai dan gunung, atau sejumlah fakta lainnya; (2) Ilmu geografi seringkali dikaitkan ilmu yang hanya pembuatan peta; (3) Geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan- perjalanan manusia di permukaan bumi; (4) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal; kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media kongkrit dan teknologi mutakhir; (5) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang saat ini (Maryani dalam Ali, 2006). Ketidakbermaknaan pendidikan geografi yang dalam prakteknya berorientasi pada pemahaman bersifat kognitif dilatar belakangi oleh (1) tidak pahamnya tujuan dan hakikat pembelajaran geografi, (2) keterbatasan mengaplikasikan media pendidikan yang relevan termasuk internet dan SIG; (3) kualitas pembelajaran yang rendah akibat dari rendahnya kualitas guru seperti kurangnya kreativtas, wawasan keilmuan rendah, kurang peka terhadap masalah lingkungan, keterbatasan mengakses media informasi, tidak relevannya antara mata ajar dan keahlian guru, terlalu berorientasi pada pencapaian materi dan sebagainya; (4) tidak berorientasi pada pemecaham masalah actual yang terjadi di lingkungan.

Fungsi peta dalam geografi ini sejatinya merupakan alat untuk menurunkan geography illiteracy pada generasi muda khususnya siswa usia sekolah. Permasalahan yang terkait dengan fenomena sosial termasuk ketimpangan sosial, kemiskinan, migrasi yang tidak terkendali serta perkembangan politik negara-negara di suatu kawasan dapat dipandang sebagai obyek kajian geografi. Peran geografi dalam memahami permasalahan dalam negeri dan cara pandang dalam melihat peristiwa di mancanegara akan terbangun dengan pemahaman geografi yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik seperti tanah, air dan udara. Geografi menawarkan pemahaman fungsi dan peran sebagai bangsa dalam tatanan kehidupan dunia.

Pemahaman mendasar ini tentu perlu dipahami oleh para pendidik, dan pemerintah dalam penyusunan kurikulum. Materi geografi yang bersifat deskriptif tersebut tentu harus disampaikan dengan cara yang baik agar tidak hanya membangun pengetahuan dan pemahaman kognitif, namun lambat laun membangun sikap dan karakter siswa untuk lebih terbuka, memahami perbedaan, dan dapat mengambil keputusan terhadap suatu kejadian yang terkait dengan bangsa dan negaranya.

Nasionalisme dan Peta
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan potensi memerlukan pemahaman yang tepat dalam hal konsep pengembangannya. Sektor maritim yang harusnya menjadi bagian terbesar dalam pengembangan ekonomi, tentu harus diiringi dengan usaha-usaha nyata pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir yang cenderung termarginalkan dari segi kebijakan. Pemahaman mengenai batas negara yang perlu dicermati oleh seluruh elemen bangsa juga didukung dengan pemetaan batas administratif yang saat ini baru dimulai penataannya.

Peta akan menjadi senjata utama khususnya sebagai media pendidikan dalam mewujudkan generasi yan terdidik dengan semangat nasionalisme tinggi. Peta akan memberikan pemahaman integratif mengenai teritorial NKRI dan dapat mengenalkan lokasi pulau, distribusi penduduk, serta potensi sumberdaya Indonesia. Kecintaan akan tanah air tentu akan terbangun secara mendalam pada diri generasi muda yang telah mengenal wilayah negaranya dan segala hal didalamnya. Peta tidak hanya akan sekedar menjadi hiasan ataupun pajangan ketika digunakan dengan dilandasi nilai-nilai patriotik, dan semangat untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik.

Wednesday, October 5, 2016

Efektivitas Pembelajaran Sistem Informasi Geografi di Sekolah


Pembelajaran geografi di bangku sekolah telah diajarkan mulai dari tingkat dasar meskipun dalam bentuk terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Geografi yang mempelajari fenomena-fenomena di permukaan bumi dan luas ini sebenarnya merupakan kajian yang cukup menarik, dan banyak terkait dengan ilmu-ilmu lain. Namun demikian, dalam penelitian Maryani (2006) dikemukakan bahwa saat ini pelajaran geografi masih dianggap sulit. Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkannya, yaitu: (1) pelajaran geografi sering terjebak pada aspek kognitif yaitu menghafal nama-nama tempat, sungai dan gunung atau fakta-fakta lainnya; (2) ilmu geografi seringkali dikaitkan dengan ilmu yang hanya membuat peta; (3) geografi hanya menggambarkan perjalanan-perjalanan manusia di permukaan bumi; (4) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal, kurang melibatkan fakta-fakta aktual, kurang menggunakan media konkrit dan teknologi mutakhir; dan (5) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah yang berkembang saat ini.

Kondisi tersebut mempengaruhi minat peserta didik untuk belajar geografi. Hasil penelitian terhadap 97 peserta didik di Bandung menunjukkan kecenderungan yang kurang memuaskan dari minat peserta didik terhadap mata pelajaran geografi (Setiawan, 2009). Peserta didik diminta untuk mengurutkan mata pelajaran yang disukai oleh mereka. Mata pelajaran geografi berada di peringkat ke-6 dari 13 mata pelajaran di sekolah. Hanya 5 peserta didik (5,2 %) dari 97 peserta didik yang menjadikan geografi sebagai mata pelajaran yang paling disukai.

Terbatasnya variasi metode dan pemanfaatan media pembelajaran di sekolah tentu akan membuat aktivitas pembelajaran geografi tidak berjalan secara optimal. Penggunaan metode ceramah secara terus menerus membuat pelajaran geografi cenderung bersifat verbalisme dan menjauhkan peserta didik dari dunia nyata yang ada di sekitarnya. Padahal salah satu tujuan pembelajaran geografi adalah membuat peserta didik memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang tempat dimana mereka tinggal. Liben (2008) mengemukakan bahwa sangat penting untuk membangun konsep penggambaran dan keruangan dasar dengan pertama kali menggunakan gambaran lingkungan yang dikenali dimana anak hidup dan bergerak seperti ruang kelas, lingkungan sekolah dan rumah, sebelum beralih pada gambaran lingkungan yang lebih luas dan jauh dan tidak dikenali oleh mereka.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran geografi. Metode pembelajaran yang cenderung klasikal yang selama ini banyak dilakukan harus dipadukan dengan metode yang lebih memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Peran guru lebih mendorong dan memotivasi peserta didik untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar. Pemanfaatan media pembelajaran berupa komputer dapat dijadikan salah satu sumber belajar yang efektif bagi peserta didik. Dalam kaitan tersebut, Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem informasi berbasis spasial dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan sumber belajar untuk mengenal dan memahami kondisi geografis atau lingkungan sekitar peserta didik.

Namun, keuntungan penggunaan SIG untuk pembelajaran tampaknya belum banyak dikembangkan di Indonesia. Materi SIG yang ada dalam kurikulum lebih cenderung mengenalkan SIG sebagai salah satu teknologi informasi, sehingga lebih banyak belajar tentang SIG (learning about GIS) bukan mengajar dengan menggunakan SIG (Teaching with GIS). Materi SIG ada di kelas XII yang kompetensinya adalah “Menganalisis pemanfaatan peta dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk inventarisasi sumberdaya alam, perencanaan pembangunan, kesehatan lingkungan, dan mitigasi bencana”. Padahal dengan SIG sangat potensial untuk membantu meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar peserta didik.

Penelitian tentang pemanfaatan SIG dalam pendidikan juga masih langka. Liu dan Zhu (2008) mengemukakan bahwa sedikit penelitian yang mengkaji tentang pembelajaran yang berbasis SIG dengan cara peserta didik dapat mengakses atau berinteraksi dengan informasi geografis, menyusun pendekatan belajarnya sendiri, mendorong kegiatan belajar antar mata pelajaran, membuat dan menginterpretasi berbagai representasi informasi geografis. Apa yang disampaikan oleh Liu juga tidak berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bednarz (2004) yang mengemukakan komunitas peneliti pendidikan geografi belum memperoleh keyakinan tentang kepastian akan kontribusi SIG terhadap pembelajaran secara substantif. Mereka juga tidak bisa dengan tegas menyatakan bahwa SIG memiliki efek positif dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan menganalisis spasial sebagai tujuan utama dalam pendidikan geografi.

Selain penelitian yang masih langka, ketersediaan perangkat lunak di pasaran yang khusus diaplikasikan dalam pendidikan juga masih langka, apalagi perangkat lunak SIG yang di dalamnya berisi basis data yang sesuai dengan kondisi lokal. Berdasarkan hasil penelitian Favier dan Van der Schee (2009) selain waktu yang tidak mencukupi untuk menerapkan SIG juga materi dalam basis data SIG yang tidak sesuai dengan tujuan dalam kurikulum dan perangkat lunak SIG yang dianggap rumit. Para guru, berdasarkan hasil penelitian Lam et al. (2009), berharap ada semacam kit pembelajaran berbasis SIG yang lebih user friendly, sehingga siap digunakan oleh para guru secara lebih mudah. Walaupun potensi SIG sangat besar dalam mendukung pembelajaran geografi di sekolah, namun sampai saat ini belum tersedia aplikasi SIG yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi tuntutan kurikulum geografi di Indonesia. Apalagi aplikasi SIG yang dilengkapi dengan basis data lokal untuk pembelajaran geografi di Indonesia.

SIG berpotensi dikembangkan sebagai media pembelajaran, namun pengaruhnya terhadap motivasi dan prestasi belajar masih harus diuji lebih jauh. Hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan inkonsistensi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pembelajaran, sedangkan yang lainnya menunjukkan hasil sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan aplikasi SIG sebagai media pembelajaran memerlukan pengujian atau validasi dalam kegiatan pembelajaran sesungguhnya

Maka dari itu perlu dilakukan kajian yang mendalam mengenai pembelajaran SIG yang dilakukan oleh guru saat ini, dan beberapa pengembangan yang dapat dilakukan untuk memberikan masukan agar SIG dapat masuk kedalam tingkatan pembelajaran yang lebih tinggi di masa yang mendatang.



Monday, October 3, 2016

Penerapan SIG dalam Pembelajaran. Mungkinkah?

Sistem Informasi Geografi tampaknya masih menjadi momok bagi guru-guru baik di tingkat SMP ataupun SMA hingga saat ini. Di banyak kasus, SIG ataupun penginderaan jauh hanya menjadi materi yang diajarkan sekenanya, sekedarnya atau bahkan dilewatkan begitu saja. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh perubahan kurikulum di pendidikan menengah. Perubahan kurikulum dengan penambahan kedua materi tersebut memunculkan masalah bagi guru-guru yang lulus sebelum tahun 1994 karena dipastikan mereka tidak pernah mempelajari kedua materi tersebut. Dampak dari substansi SIG pada kurikulum 1994 dan 2004 adalah kurangnya penguasaan materi SIG, sehingga sejumlah guru mengaku hanya menyampaikan materi tersebut dengan memberikan konsep yang ada pada buku ajar dan kadang dilewati dengan hanya memberikan tugas kepada peserta didik.

Penerapan SIG dalam kelas sebenarnya dapat diantisipasi dengan perubahan model pembelajaran yang dapat mengkaitkan teknologi ini dalam pembelajaran. Dalam beberapa artikel dibawah, disebutkan bahwa penerapan SIG oleh guru di beberapa negara, ataupun kendala-kendala yang dihadapi oleh guru ini memberi gambaran mengenai secercah harapan dalam penerapan SIG di kelas-kelas kita. Peran pemerintah tentu saja diperlukan dalam menyiapkan infrastruktur yang mendukung pembelajaran berbasis teknologi, sehingga guru-guru dapat menggunakan fasilitas pembelajaran bersama siswa termasuk perangkat SIG yang memerlukan komputer dengan spesifikasi tertentu. Disisi lain kemampuan guru sebagai fasilitator tentu perlu ditingkatkan agar guru tidak hanya menyampaikan materi secara verbal, namun juga mengajak siswa belajar menggunakan SIG (learning with GIS) sebagai salah satu teknologi yang menjadi keunggulan geografi.

Guru geografi di masa depan tentu tidak hanya mempunyai tanggung jawab untuk mentransfer ilmu kepada siswa, namun juga mengembangkan model dalam rangka untuk meningkatkan keingin tahuan yang ada dalam diri siswa sehingga pembelajaran lebih kepada pembentukan karakter dan peningkatan kapasitas dalam diri siswa.

Beberapa artikel ilmiah berikut ini dapat digunakan sebagai pemantik untuk pengembangan pengetahuan SIG bagi guru geografi. (awn)
  1. Evaluating the Implementation and Effectiveness of GIS-Based Application in Secondary School Geography Lessons
  2. The Contribution of Geographic Information Systems (GIS) to Geography Education and Secondary School Students’ Attitudes Related to GIS
  3. Applying the GIS in school education: the experience of Japanese geography teachers
  4. The Implementation and Effectiveness of Geographic Information Systems Technology and Methods in Secondary Education
  5. Professional Development: Teachers Use of GIS to Enhance Student Learning