Kondisi topografi lahan memiliki pengaruh penting dalam penentuan fungsinya. Salah satu aspek yang mudah dilihat yakni kemiringan lereng. Kemiringan lereng digunakan oleh banyak geograf sebagai salahsatu parameter dalam menyusun peta satuan lahan. Hal ini dikarenakan karena peran yang cukup besar dari kemiringan lereng dalam proses hidrologi permukaan. Aliran horton (hortonian overflow) pada lahan terbuka menjadi acuan dalam penentuan kondisi geografis lokasi tersebut.
Banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk membuat peta kemiringan lereng. Pada zaman dahulu dilakukan deliniasi berdasarkan hasil survey lapangan. Selanjutnya berkembang pemanfaatan foto udara yang diinterpretasi dengan bantuan alat slopemeter, perhitungan kemiringan lereng pada peta topografi, hingga menggunakan model elevasi dijital (DEM). Peran Sistem Informasi Geografi dalam hal ini menjadi sangat vital khusunya dalam pengolahan data vektor ketinggian baik berupa titik, atau garis kontur untuk ditransformasikan menjadi peta kemiringan lereng dengan format vektor. Disisi lain data citra satelit sangat banyak membantu dalam proses analisisnya.
ArcGIS saat ini menyediakan menu 3D analyst yang menjadi tools utama dalam pengolahan data ketinggian untuk selanjutnya diubah menjadi peta kemiringan lereng dengan klasifikasi yang ditentukan. Data mentah yang biasa dibutuhkan adalah informasi titik ketinggian atau kontur yang terdapat pada peta topografi (RBI). Namun, beberapa insinyur juga menggunakan data hasil pengukuran teodolith atau hasil survei lapangan dan survey tanah sebagai input data.
Secara mendasar kenampakan visual pada kontur peta menunjukkan kemiringan terjal ketika konturnya rapat, dan semakin datar saat kontur yang ditunjukkan jaraknya renggang. Garis-garis tersebut menjadi dasar perhitungan persentase kemiringan lereng. Adapun kriteria pembuatan kriteria dapat disesuaikan dengan panduan atau dasar yang digunakan sehingga hasil peta yang diperoleh dapat berbeda meskipun dengan input peta kontur yang sama.
Modul kemiringan lereng dapat diunduh disini
Banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk membuat peta kemiringan lereng. Pada zaman dahulu dilakukan deliniasi berdasarkan hasil survey lapangan. Selanjutnya berkembang pemanfaatan foto udara yang diinterpretasi dengan bantuan alat slopemeter, perhitungan kemiringan lereng pada peta topografi, hingga menggunakan model elevasi dijital (DEM). Peran Sistem Informasi Geografi dalam hal ini menjadi sangat vital khusunya dalam pengolahan data vektor ketinggian baik berupa titik, atau garis kontur untuk ditransformasikan menjadi peta kemiringan lereng dengan format vektor. Disisi lain data citra satelit sangat banyak membantu dalam proses analisisnya.
ArcGIS saat ini menyediakan menu 3D analyst yang menjadi tools utama dalam pengolahan data ketinggian untuk selanjutnya diubah menjadi peta kemiringan lereng dengan klasifikasi yang ditentukan. Data mentah yang biasa dibutuhkan adalah informasi titik ketinggian atau kontur yang terdapat pada peta topografi (RBI). Namun, beberapa insinyur juga menggunakan data hasil pengukuran teodolith atau hasil survei lapangan dan survey tanah sebagai input data.
Secara mendasar kenampakan visual pada kontur peta menunjukkan kemiringan terjal ketika konturnya rapat, dan semakin datar saat kontur yang ditunjukkan jaraknya renggang. Garis-garis tersebut menjadi dasar perhitungan persentase kemiringan lereng. Adapun kriteria pembuatan kriteria dapat disesuaikan dengan panduan atau dasar yang digunakan sehingga hasil peta yang diperoleh dapat berbeda meskipun dengan input peta kontur yang sama.
Modul kemiringan lereng dapat diunduh disini
Password untuk download modulnya apa yaa?
ReplyDeleteSilahkan tulis alamat email agar dapat dikirimkan passwordnya. Terimakasih
ReplyDeleteimamrosyadi78@gmail.com
DeleteMohon dikirim password modul-nya ya Admin yang baik hati he..he..
ReplyDeleteIni email saya : tegkaryadi@gmail.com
Mohon dikirimkan password modul kemiringan lereng ke budhi.oye@gmail.com
ReplyDeleteTerima kasih